Wednesday, August 02, 2006

Satu Cerita Di Sebuah Pagi...


Pada pagi yang ke- 2000, anak-anak di tikungan membiarkan kantuk menutup inderanya, kecuali lubang nafasnya yang mungil, penuh bulu-bulu halus. Sebuah tempat, dua liang, untuk dua butir kelereng bergulir-gulir di celahnya; lubang masuk-keluar bagi kerumunan jangkrik dan serdadu semut hitam yang tampak rapi berbaris dan saling bersalam-salaman setiap bertemu kawannya, manakala rasa hangat membasuh tubuh mereka dengan bau lendir: anyir, juga apek dan pesing.

Sementara anak-anak tertidur, angin pagi sepoi-sepoi melepas selendangnya untuk menyelimuti mereka yang semalaman tak henti-hentinya bermimpi, dengan jarum suntik untuk jalan keluar-masuk zat kimia ke sekujur syarafnya.
Angin, begitulah nama hembusan di pagi itu, selalu bersahabat dengan mereka. Seperti mereka pun bersahabat dengan siapa saja, tanpa pilih kasih; tanpa pilih kelas sosial, kaya-miskin, pejabat atau rakyat; pecandu narkoba atau putra-putri suci yang bergelimang doa surgawi tiap detik, menit, jam dan harinya.

Pada pagi ke-2001 itu, anak-anak tertidur untuk selamanya. Mulutnya berbuih. Jarum injeksi masih tertanam dalam syaraf tangannya yang terjulur, berdegup, menerbitkan bunyi, semacam alunan jazz, juga blues. Dalam sulur-sulur alunan, kau melihat kupu-kupu besi, kecil, sarat warna, beterbangan menembus langit yang waktu itu menyerupai selendang sutera yang penuh bercak darah, masih basah, bau anyir, juga harum mawar, merindukan suara-suara.


Kau tahu, kawan… Aku ingin bergegas melupakannya. Melupakan kerinduan anak-anak tikungan pada alunan hidup yang bergelimang mimpi, dari sanubari, dari dalam kalbu yang sejati. Dalam hidup yang besi.

Di sebuah pagi

Joe Sorjan

No comments: