Tuesday, July 18, 2006

Satu cerita tentang anak jalanan di Jakarta

Anak Miskin Jakarta

ini cerita tentang anak miskin Jakarta. setiap hari kisahnya berubah. lewat cerita singkat ini mudah-mudahan membawa kita lebih jauh mengenal siapa dan apa yang mereka perjuangkan selama ini

Fenomena Anak Miskin Jakarta
(Oleh: Andri Cahyadi)
...Pasal 34 UUD Jalanan,..anak miskin dan terlantar dipelihara oleh Oknum Ekspatriat!...

Sisi lain Anak Miskin Jakarta
Buku berjudul Jakarta Undercover sempat menjadi topik hangat yang terus dibicarakan orang. Dari mulai kalangan mahasiswa dikampus-kampus hingga orang-orang kantoran disepanjang jalan Thamrin dan Sudirman. Isinya yang menyajikan sisi gemerlap tentang ibu kota memang tetap menarik untuk diungkapkan apalagi kalau diumumkan. Tulisan ini dibuat dalam rangka usaha mengumumkan sisi lain kehidupan anak-anak miskin kota Jakarta . Akan tetapi lakon dan ceritanya hanya orang biasa saja. Bukan cerita kawin anak pejabat dengan seorang artis terkenal atau anak jendral yang mati karena overdosis karena narkoba. Cerita ini mengisahkan perjuangan hidup anak-anak yang biasa kita jumpai, terlantar ataupun sengaja menelantarkan diri, di Jalanan ibu kota. Sebagian masyarakat memberikan stigma kepada mereka sebagai ’gembel’. Anak-anak terlantar, berpenampilan kumuh, kurus kering dan bau. Pemerintah dan Yayasan sosial atau LSM yang bergerak dalam bidang pemberdayaan anak memanggilnya dengan sebutan anak-jalanan (ANJAL).

Puncak krisis ekonomi pada tahun 1997 yang melanda sebagian masyarakat Indonesia, adalah faktor pemicu bertambahnya jumlah mereka di kota Jakarta ini. Dari terminal Blok M, Perempatan Pasar Rebo, Lampu merah depan UKI, Lampu merah Matraman, Hingga perempatan Grogol menuju Kalideres, kita bisa melihat mereka hidup dan tumbuh dijalan. Mereka tumbuh liar seperti tanaman duri yang tak tersentuh tangan situkang kebun. Pada tahun 2005 pasca pergantian Presiden keberadaan anak-anak ini pun semakin bertambah banyak. Dari pagi hingga tengah malam anak-anak ini bekerja tanpa kenal lelah. Menghasilkan uang dan menghabiskannya sekaligus dengan waktu yang tak berimbang. Sebagian dari mereka menghabiskan waktu dijalan-jalan. Anak-anak ini mengaku bahwa hasil usaha (uang) untuk membantu orang tua dan biaya sekolah. Sebagian lagi mengaku dihabiskan untuk bermain Play Station seri 2 seharga Rp.2.500-3.000,- untuk satu kali jam sewa atau membeli minuman anggur cap orangtua. Bahkan ada lagi sebagian yang dibelikan lem aibon untuk dihisap atau beli pil koplo diteken sebagai pelepas stress dan penat.

Berbagai kebijakan telah ditelurkan oleh pemerintah, bahkan diperluas lagi dengan kreativitas beberapa lembaga atau yayasan yang menangani khusus anak-anak ini. Sebagian dari usaha pemberdayaan anak-anak miskin ini telah membuahkan hasil. Seperti ada yang kembali ke sekolah formal atau ikut aktif dalam sekolah alternatif di salah satu yayasan atau LSM tempat mereka bergabung. Ada yang berhasil membuat grup musik disanggar-sangar, yang kemampuannya hampir setara dengan grup band profesional, dengan penghasilan 1-2 juta untuk setiap kali pentas. Bahkan ada yang berhasil mengelola usaha percetakan sablon kaos kecil-kecilan hingga memproduksi sandal-sandal tipis untuk hotel-hotel diJakarta.


Ahmad salah satu ciri anak miskin Jakarta

Panggil saja Ahmad. Menurutnya saat tulisan ini dibuat usianya sudah 13 tahun berjalan. Keluarganya memulung sampah, kardus bekas,hingga botol bekas minuman keras. Daerah operasinya di kawasan orang kaya Menteng-Jakarta Pusat. Ahmad menjadi anak yang tumbuh di jalanan semenjak usia bayi. Karena keluarga Ahmad tak punya rumah. Ia tumbuh dalam pelukan ibu didalam gerobak. Masa balita Ahmad dihabiskan dari satu taman ke taman kota lainnya. Dari mulai Taman Kodok, Taman Suropati, Taman Lembang, hingga Taman Impian Jaya Ancol pernah menjadi saksi bisu tumbuhnya bayi Ahmad. Gerobak tempat menaruh kardus dan barang bekas hampir dapat dipastikan adalah rumah Ahmad semasa bayi hingga ia harus keluar karena digantikan oleh adiknya.

Ahmad tumbuh seperti wajarnya anak-anak. Namun yang membedakannya, Ia dibesarkan oleh nilai-nilai kota Jakarta. Sekarang Usianya menginjak masa remaja. Tapi jangan salah sedari kecil dia sudah mengerti bagaimana cara mendapatkan uang dengan cepat dan rasa tembakau bermerek yang paling nikmat. Ahmad kecil berkeliaran dan bermain disekitar pasar rumput dan lokalisasi prostitusi kelas kambing depan kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Guntur-Manggarai. Dia mulai tumbuh dan berpisah dari keluarganya karena dianggap sebagai seorang anak lelaki yang mampu untuk hidup sendiri meskipun masih berstatus anak-anak .Ahmad tumbuh liar dengan pendidikan dan pengajaran yang ia ambil sehari-hari dari jalanan Jakarta. Ahmad hampir pasti mengenal betul seluk beluk Jakarta. Dari mulai tempat hiburan malam, tempat transaksi narkoba, hingga tempat penyiksaan anak (begitu ia memanggil tempat ini)yang berlokasi di daerah kedoya, hingga tempat para ekspatriat(buruh asing yang bekerja di Indonesia untuk waktu tertentu) usia setengah baya yang mencari sasaran anak usia sebayanya.

Untuk mencari uang di Jakarta ini Ahmad memiliki bermacam profesi . Dari mulai menjadi pengamen bus kota, menyapu kereta api listrik jabotabek, menjadi kenek kuli bangunan, sudah pernah ia lakoni semuanya. Namun yang paling membekas dan menjadi pilihannya hingga saat kita membaca tulisan ini, Ahmad telah menjadi ’pelacur anak’. Untuk mereka yang sekelas ekspatriat berumur 50 tahun atau lebih. Profesi ini ia lakukan sudah sejak tahun 2003. Bermula ketika ia diperkenalkan dengan dunia pelacuran oleh temannya. Tentang bagaimana cara mudah, untuk mendapat uang dalam waktu yang singkat.

Pada tahun 2003 disore hari selepas jam kerja telah usai, Ahmad dan temannya mengunjungi seorang ekspatriat bernama Mr. Don Peter. Pertemuan ini terjadi di salah satu mal yang berada dijalan Rasuna Said Kuningan. Ahmad yang baru pertama kali diajak bicara oleh orang asing agak malu-malu dalam menjawab setiap pertanyaan Mr. Don Peter. Obrolan dan pertanyaan kemudian dilanjutkan didalam taksi biru yang membelah dan membaur kemacetan Jakarta sore itu menuju rumah Mr.Don Peter di daerah pejompongan-Ben Hil.


Pengalaman adalah Guru yang paling berguna

Setelah berkendara taksi untuk beberapa menit sampailah ketiganya di rumah kecil yang bersih nampak sendu dengan cat warna hijau berpadu dengan senja sore. Lingkungan ini dihuni oleh kebanyakan masyarakat kelas menengah keatas. Sore itu terasa tenang jauh dari bising suara bajaj atau suara knalpot motor yang sengaja dibuat brisik. Mr. Don Peter dan kedua bocah cilik itu turun dari taksi dan bergegas menuju pintu rumah. Obrolan yang sempat terputus tersambung kembali ditengah ruang rumah dengan dekorasi yang cukup membuat betah diri. Mr. Don Peter mempersilahkan Ahmad dan temannya untuk minum ataupun makan sekenyangnya dari kulkas yang dingin sedari pagi dipojok dapur. Tanpa basa basi manis, mereka langsung menyerbu dan melahap isi kulkas sekenanya. Setelah merasa perut terisi dan susah bernafas, Ahmad dan temannya diminta oleh Mr. Don Peter untuk bergabung mandi bersama.

Washtafel dan Bathup yang berwarna putih serasi dan bersih memenuhi isi ruang kamar mandi. Air panas yang mengucur dari pipa yang tinggi seperti air macur mengepulkan asap, tipis dan membuat kaca terlihat buram karena diselimuti uap panas dari air. Kedua bocah ini melepas baju dan segera mandi. Maklum biasanya mereka hanya kena air taman seminggu sekali atau kalau ada uang lebih mereka berenang dikolam renang didaerah kuningan seharga Rp.3.000,- rupiah plus air kecing. Setelah mengeringkan tubuh, Ahmad dan temannya menonton film kartun Sponge Bob dan Mr.Don Peter pun bergegas mandi.

Sejurus kemudian ketiganya memasuki kamar tidur berukuran 4x6 meter. Ditengah ruangan terdapat tempat tidur rapih, yang dibalut dengan sprei berwarna biru laut. Di kedua sisinya terdapat lampu baca menerangi dengan sayu disetiap sudut membuat mata terasa mengantuk. Ahmad hanya berdiri memandang Mr.Don peter yang telah merebahkan badannya. Ia terlihat sangat menikmati pijatan tangan temannya itu. Sambil seperti orang tertidur karena terlalu enak dipijat dan sesekali besuara ”Good,good,good” setiap kali pijatan dirasakan. Tak terasa sudah satu jam mereka memijat tubuh Mr.Don peter. Kedua bocah ini nampak kelelahan menyusuri badan Mr.Don Peter yang berukuran 3 kali badan mereka. Mr.Don peter pun sadar kalau kedua anak ini sudah kelelahan memijati tubuhnya. Ia meminta mereka dipijat bergantian sebagai pertanda kesamarataan menurutnya. Mr.Don Peter terus memijit tubuh bocah kecil ini dengan bersemangat. Dan alangkah kagetnya Ahmad seketika melihat adegan pijat memijat ini berubah. Mr.Don Peter malah memijat penis temannya hingga suasana menjadi tegang. Sambil terus memijat Mr.Don Peter meminta Ahmad untuk mengambilkannya segelas susu. Ahmad bergegas mengambil segelas susu yang sudah mulai dingin diatas meja dan cepat-cepat memberikannya ke tangan Mr.Don Peter. Sekonyong-konyong susu tersebut dikucurkan ke bagian penis teman Ahmad oleh Mr.Don Peter dengan wajah puas. Ahmad berlari meninggalkan kamar, ketika ia menyaksikan Mr.Don Peter itu mulai memakan penis temannya setelah diberinya susu terlebih dahulu. Ahmad hanya ingin berlari, berlari dan berlari.

3 bulan kemudian sejak kejadian dirumah Pejompongan, cerita Ahmad, anak miskin kota Jakarta, telah berubah lakonnya. Kini Ahmad telah memiliki kenalan puluhan orang asing seperti Mr.Don Peter. Ahmad telah merubah nasibnya sendiri. Baju yang ia kenakan telah bermerek, tubuhnya tak lagi bau gembel. Ia sudah merasa sejajar dengan anak-anak yang ia temui di mal-mal Jakarta atau di dalam kendaraan-kendaraan yang mewah melintasi jalan-jalan kota. Dikantongnya telah terisi uang yang cukup banyak tanpa harus keluar keringat terlalu banyak pula. Namun Ahmad masih setia dengan lingkungan dan teman-temanya. Setiap kali ia berkumpul dengan teman-temannya ia selalu bercerita dengan mereka. Bahwa ada orang seperti Mr.Don peter yang baik hati yang sering mengajak mereka kerumahnya dan berbagi kebahagiaan.

Ada Mr.Smith yang suka menciumi dan memasukkan penisnya kedalam dubur anak-anak. Ada Mr.Jhon yang sangat suka bersetubuh bergaya anjing kawin dengan anak-anak. Tetapi mereka semua orang baik menurut Ahmad. Karena mereka memberi kebahagiaan, makanan dan uang yang banyak baginya. Mereka selalu memberikan ongkos taxi berlebih untuk pergi-pulang setiap kali mereka kerumah para ekspatriat ini. Dan selalu tak lupa memberikan uang 35.000 sampai 75.000 untuk setiap kali dipanggil oleh para ekspatriat ini sebagai imbalan atau harga sekali main.

Fenomena anak miskin Jakarta kini semakin diperkaya oleh kemunculan gejala sosial seperti yang terjadi dalam cerita Ahmad dan Mr.Don Peter. Saat ini diperkirakan jumlah anak-anak yang bekerja seperti Ahmad berjumlah ratusan anak.
Dengan cara yang berbeda-beda, dengan tarif yang bervariasi anak-anak miskin Jakarta ini mulai beralih profesi sebagai PELACUR ANAK, ketika kebijakan pemerintah terus meminggirkan kaum miskin, ketika uang rakyat terus dikorupsi, ketika uang negara-negara asing menyerbu masuk atas nama bantuan kemanusiaan.

wassalam

Joe Sorjan

dari tetangga

No comments: