Tuesday, July 18, 2006

Satu Cerita Tentang Surga Tiga Nasi Bungkus....


Surga Tiga Nasi Bungkus

(ByNura 1200)

Gak ada yang pernah berharap lahir di dunia ini, apalagi terlahir Miskin seperti gue.
Gak ada orang yang pernah berharap untuk jadi kayak gue. Dari penampilan, gue yakin orang akan menganggap remeh gue. he..he..he... selama ini itulah yang gue alami, hidup sebagai oran remeh disepelekan. Mau bagaimana lagi gue, inilah diri gue, miskin bertubuh kurus berkulit kusam gigi tonggos, kata orang tampang gue culun dan bloon, dan gak bisa gue bantah pernyataan itu, karena memang itulah adanya gue. Dengan kondisi gue ini gue rasakan berat banget hidup gue, berat banget bagi gue untuk bertahan di jakarta yang keras dan kejam ini.

Dengan kodisi gue, gue gak yakin bisa kerja dan cari makan di tempat orang, pendidikan gue gak ada. Kerja kasar susah juga, karena tubuh gue memang lemah. Pernah gue jadi tukang asongan, tapi dengan kondisi gue, gue jadi bulan-bulanan preman di pasar dan lampu merah, mereka minta barang dagangan gue seenak hati, sekali-kali dagangan gue kejual, para preman malakin gue. Hah sekali itu aja gue jadi penjual asongan, dan selanjutnya nggak ada penjual yang percaya pada gue untuk mengAsongkan dagangan mereka.

Gue benar-benar jadi bulan-bulanan. wajar...bahkan gue sendiri menganggap menjadi bulan-bulanan adalah hal yang wajar buat gue. Heh...andai kata gua jadi preman, mungkin gue juga bakal melakukan hal yang sama pada orang dengan penampilan kayak gue.

Hal yang sama yang gak jauh beda juga terjadi ketika gue mencoba jadi pengemis, yang ngasih gak banyak, karena simpati para dermawan lebih banyak jatuh ke orang tua atau orang cacat. dan gue sendiri teralau bego untuk mikir cara agar dapat dikasihani orang.


Gue pengen banget ngumpul ama orang tua gue, karena di situ gue bisa becanda dan ngomong layaknya manusia. Tapi kalau gue balik, gue berarti makin ngeberatin hiduap orang tua gue, buat mereka sendiri aja makan aja susah, apalagi ditambah gue. Jadi mending gue tinggalin orang tua gue, mending gue cari makan sendiri buat gue hari ini.

Gak pernah sekalipun gue ngimpiin nabung apalagi jadi orang kaya, orang kayak gak pantas ngimpi kayak gitu. Tapi gue sering ngimpiin "surga", yaitu ketika gue ngimpi pulang ke orang tua gue dan membawa makanan nasi bungkus tiga biji buat gue dan orang tua gue.

He..he...he..susah sekali hidup gue ini, cari duit susah, tapi gue harus makan, dengan modal berkeliaran di warung2 makan di daerah stasiun juanda, gue coba meminta ke penjual itu untuk memberikan sisa makanan sisa orang. Gue gak peduli cemoohan penjual yang menyertai sisa makanan yang dilempar ke gue, yang penting gue makan.


Suatu hari ketika gue berjalan di dekat pembuangan sampah, gue melihat sebuah gitar, walau rusak dan patah, tapi senar2 gitar itu masih lengkap. Betapa bahagianya gue nemu gitar ini, ini kebahagiaan pertama gue setelah 10 tahun terkahir gak pernah bahagia. Kebetulan gue pernah afal kunci gitar untuk lagu "Begadang", gua hafal lagu untuk kunci itu doang. GUe coba inget2 dan coba nyanyin lagu itu, lirik yang lupa gue tambahin asal-asalan. Dalam hati gue berpikir kalau dalam waktu dekat gue bisa beli tiga nasi bungkus untuk gue bawa pulang.

'Gusti matur nuwun sampun diparingi gitar' (Tuhan, Terima kasih sudah diberi gitar), begitulah rasa sukur gue ke tuhan gue. Sebatas doa-doa dan keluhan keluahan saja lah bentuk komunikasi gue dengan tuhan, karena cuman itu yang gue tau, gue pernah mau liat orang shalat, gue pingin belajar shalat dengan ngeliat orang shalat, tapi gue malah diusir satpam istiqlal.

Keesokan harinya, gue coba ngamen di kereta bogor kota, di gerbong pertama gue nyanyi, dan hasilnya ternyata ngecewain gue, tidak se ripis pun rupiah gue dapat, mungkin karena suara sumbang gue yang gua paksa teriak dan genjrengan gitar gue yang gak harmonis justru membuat penumpang terganggu. Perasaan gue hancur lebur di gerbong pertama. Lantas gue terusin ke gerbong ke dua dengan harapan ada ornag simpati dan memberikan barang serupiah buat gue.

DI gerbong kedua gue bernyanyi lagi dengan suara sumbang gue dan genjrengan datar gitar gue. Di tengah lagu terlihat ada segerombolon pengamen "papan atas" masuk juga ke gerbong, mereka membawa gendang, orgen, pianika, bas, dua gitar, drum dan kecrekan. GUe gak terlalu khwatir dengan geromboloan pengamen itu, karena sepengathuan gue, kalau udah ada pengamen biasanya pengamen lain menghormati dan tidak masuk ke gerbong pertama. Tapi ternyata kali ini tidak, mereka dengan santainya masuk dan mendekat ke gue yang sedang beraksi. mereka malah menggoda gue dan ngebencandain gue. Ada dari mereka yang bilang "yeahh...joget mang..yeahhh", "wah merdu banget suaranya...". mereka pun tertawa dan penumpang juga ikut tertawa melihat situasi ini, bahkan penumpang ada yang mensuport pengamen-pengamen itu untuk terus ngebecandaain aku. Suara tawa yang menertawakan gue dari penumpang dan penagamen itu begitu terasa menggema di gerbong dua ini.

Gue putuskan diri gue untuk berontak, gua pasang posisi tubuh seloah2 gue marah dan nantang mereka, gua paksa berani untuk melakukan itu, walau dalam hati bener bener bergetar sampai rahang gue ikut bergetar karena takut. Karena fisik gua yang memang culun, tentu saja pengamen2 itu gak ada yang takut, mereka malah bilang "wah berani lo..", "ati-ati pak ada orang pemarah..ha.ha..ha..", gue juga dengar beberapa penumpang bilang "udah terusan sono nantangnya kok berdiri gitu doang...ha..ha..ha..".

Mereka menertawakan gue dengan tubuh kurus gue yang sok berani dengan tampang culun gue, suara menertawakan gue makin terasa menjadi di telinga gue. Gue gak bakal mundur walau takut, gue gak bakal pergi dari gerbong ini, gue bakal nyanyi sampai gue selesai. Ketika gue terusin nyanyi dengan suara bergetar karena takut dan sedih, si pengamen ada yang ngebecandain gue lagi dengan mengiringi nyanyain gue dengan gendangan ngasal. Pengamen lain dan penumpang sekali lagi mengetawakan kondisi gue ini. Tapi Gue tetep terus nyanyi sampai selesai, gue hanya pingin nunjukin kalau gue gak Mundur, setelah gue nyanyi, gue keliling ke penumpang untuk minta duit.kali ini Gue gak berharap dikasih duit, gue hanya berharap sesi ngamen gue di gerbong ini segera berakhir dan meniggalkan secepat mungkin gerbong ini. Gue keliling dan sekali lagi gak ada yang ngasih sepeser buat gue, makin gue percepat langkah gue dengan segala rasa sedih yang sok sok gue tegarin. Dan ketika sampai di stasitun juanda, gue langsung turun untuk pindah ke gerbong tiga. Ketika turun salah satu dari pengamen ngelempar gue dengan uang cepek yang diiringi tawa teman-temannya. Gue ambil duit iutu dan gue simpan, karena 100 perak bagi gue nilainya gede banget, gak rela kalau disiasiaan dengan dibuang seperti layaknya pengamen itu. Gue tetap berusaha sok tegar dengan kondisi ini, perasaan gue yang benar2 hancur setelah begitu besar pengharapan gue atas gitar ini.

Di gerbong tiga, gue gak ngamen lagi, gue hanya istirahat di pintu sambil menikmati pemandangan monas antara juanda gambir. "Gustiiiiii...............", dalam hati gue mengadu.
Beberapa saat setelah menikmati pemandangan monas, gue berkomunikasi lagi dengan tuhan gue
"gusti ada satu hal lagi yang pingin gue lakuin dari dulu.
Kalau gusti marah, masukin aja gue ke neraka gusti, gue gak masalah kalau harus masuk neraka, toh impian surga gue berat banget dicapai, dan toh selama ini gue udah hidup di neraka"

Kemudian gue melihat seorang anak bertubuh kurus dan kumel sedang melakuakn ngemis nyapu di gerbong tiga. "Hey..lo mau gitar gak, nih buat elo..." gue kasih gitar dan duit cepek gue ke anak itu, dan tampak anak itu bahagia banget nerima gitar butut gue. dan gue pun ikut tersenyum, yang mana senyum itu hal yang langka buat orang dengan kehidupan kayak gue.

Di pintu kereta antara juanda gambir, gue tersenyum, gue ngeliat monas, gue ngeliat awan, gue hirup dalam2 udara dan gue hembuskan dengan mendesahkan kalimat

"mak'e, pak'e nyuwun sepurane, kulo mboten saget maringi sego bungkus kangge dahar........
......Gustiiiiiiiii nyuwun sepurane........................."

(Ayah...Ibu....maaf saya tidak bisa memberi nasi tiga bungkus untuk makan......Ya Allah......Mohon AmpunanMu...........)

Keesokan harinya:
Koran Lampu Merah 14 Agustus 2007
"Seorang gelandangan jatuh dari kereta api, kepalanya Terburai"

====The End==== Based On True Story


No comments: