Friday, July 21, 2006

satu hari tuk seumur hidup

Pagi itu mentari nampak bersahabat dengan kehangatan sinarnya yang terpancar, sehangat jiwa ini yang sedang berjalan bergandengan dengan ”kekasih harapan” di antara kerumunan orang yang sibuk menjajakan buku-buku bekas. Yach... pagi itu gw lagi jalan sama Adhe, gadis yang selalu merasuk kedalam khayalan gw, yang selalu menghiasi mimpi malam gw, yang hampir selalu terpanjat di setiap doa gw. Gadis yang memiliki senyum menawan dihiasi lesung pipit di kedua pipinya yang menambah manis setiap kali bibir tipisnya yang merah, basah, merekah menyunggingkan senyuman.

”ayo neng, liat-liat aja dulu” kata penjual buku ketika aku dan dia sejenak berhenti di depan lapaknya yang terbuat dari papan dilapisi plastik terpal. Dengan ukuran kurang lebih 2 x 3 m, lapak itu cukup luas untuk menumpuk berbagai jenis bacaan. Mulai dari majalah – majalah bekas, buku-buku pelajaran, kamus beberapa bahasa, sampai buku untuk mahasiswa menyusun tesis atau tugas akhirnya tersedia disitu. Dan kulihat Adhe nampak tertarik dengan sebuah buku novel bersampul merah dengan cover seorang gadis membelakangi 2 orang pemuda. Kalo gak salah judul novel itu ”Diantara 2 hati”. Adhe langsung mengambil dan membaca beberapa halaman, dan beberapa menit kemudian membaca resensi novel yang ada di bagian belakang.

”Berapa nich bang?” tanya Adhe

”20 ribu aja neng” jawab si Abang sambil sibuk mengelap buku-buku yang agak kotor oleh debu jalanan.

”Ceban ya Bang” tawarku. ”Aduh kurang Bang, tambahinlah. Buat penglaris nich” jawab si Abang menjawab tawaranku.

”Berapa donk pasnya?” tanyaku. ”Ya udah dech,ma belas aja” jawabnya sambil masih terus sibuk mennyusun buku-buku dagangannya.

”Kamu mau Dhe?” tanyaku pada Adhe, dan kulihat dia agak bimbang. ”Ya udah Bang, saya ambil satu nih” kataku pada penjual buku itu sambil memberikan uang pecahan 20 ribu. ”Gak usah dibungkus dech Bang, mau langsung kamu baca ’kan Dhe?” tanyaku ke Adhe.

”Iya, makasih yach Bang” kataku sembari melanjutkan perjalanan menyusuri pinggiran jalan setelah menerima kembalian dari si Abang penjual buku.

Tak terasa waktu cepat bergulir dan sayu terdengar suara adzan bergema diantara deru mesin kendaraan bermotor yang lalu lalang. Ku ajak Adhe untuk sholat Dzuhur dulu, dan setelah itu kuputuskan untuk mengajaknya makan siang di sebuah Warung tenda. Sambil menunggu makanan dihidangkan kami ngobrol ngalor – ngidul, gak tentu. Dan sesekali senyumnya tersungging mendengar ceritaku yang sedikit konyol. Dan saat itu pula aku menyadari bahwa Adhe memang memiliki senyum yang bisa membuat laki-laki sebengis apapun luluh. Senyum yang manis berhias lesung pipit dikedua pipinya. Saat itu pula kurasakan sesak didada ini menyadari posisiku dengannya. Yach.... sampai kapanpun aku tak akan dapat memilikinya karena hatinya telah terikat pada satu hati yang lain.

Namun kucoba untuk tetap tampak biasa tanpa ada apa-apa didepannya. Karena aku sendiri telah bertekad untuk dapat selalu membuatnya tersenyum. Saat ini aku hanya ingin tetap bersamanya, yach... walau hanya mungkin untuk beberapa jam saja. Tapi yang jelas sudah lama aku memimpikan saat – saat seperti ini. Menghabiskan waktu bersamanya, walau mungkin hanya untuk satu hari saja.

”Silahkan mas” ucapan pelayan warteg membuyarkan lamunanku. Sambil menikmati hidangan aku bertanya ”Enaknya habis ini kemana yach Dhe?”

”Terserah deh Mas, enaknya kemana?” ucap Adhe balik bertanya padaku.

”Ke Taman Mini mau gak?” Tawarku

”Boleh” Katanya sambil menyedot es teh manisnya.

Kamipun melanjutkan melanjutkan petualangan hari itu setelah sejenak beristirahat sambil menghabiskan sebatang rokok yang menjadi syarat wajib bagiku setelah makan.

Tak terasa waktu begitu cepat bergulir. Di Taman Mini kami tak menghabiskan banyak waktu karena aku masih memiliki satu tempat lagi untuk menghabiskan hari itu dengan seseorang yang telah mengguncang hidupku. Di sana kami hanya berwisata menggunakan perahu bebek.

”Say, sebenernye gw ngajak loe kesini karena gw pengen keliling Indonesia sama orang yang gw sayang, tapi gw gak punya cukup uang, yach gw ajak loe kesini aja, sama-sama keliling Indonesia kan. Cuma ini dalam skala kecil aja” kataku sambil tersenyum kecil dan dia tertawa lepas mendengar ucapanku itu.

”Duh say, loe kalo mo romantis jangan tanggung-tanggung donk. Tapi... bener juga sich. Itung-itung menghemat biaya dan waktu” jawabnya sambil tersenyum.

”Abis ini kita ke Ancol yuk, katanya loe pengen kesono?”

”Iya, tapi apa gak kesorean?”

”Gak lah, masih bisa kekejar kok kalo cuma buat liat sunset aja. Ya udah yuk minggir, kita langsung aja” kataku ”Ayo” jawabnya.

Dan kamipun melanjutkan perjalanan menuju tempat terakhir yang menjadi keinginan yang sempat tertunda.

Sesampainya disana kami langsung menuju pantai dan duduk santai memandang lepas ombak yang menari sambil menikmati es kelapa muda. Kebetulan di tempat itu ada gitar milik salah seorang penyewa ban dalam untuk berenang.

”Bang, boleh pinjem gitarnye gak? Gw pake disini kok Bang” tanyaku

”Boleh Bang, ambil aja” jawabnya ”Makasih nich Bang sebelumnya.

”Say, gw mo nyanyi, tapi kalo suara fals gw ngelebihin fals Bang Iwan jangan diketawain yach” candaku pada Adhe.

Di atas pasir senja pantai kuta
Saat kau rebah di bahu kiriku
Helai rambutmu halangi khusukku
Nikmati ramah mentari yang pulang

Seperti mata dewa 3x

Aku berdiri tinggalkan dirimu
Waktu sinarnya jatuh di jiwaku
Gemuruh ombak sadarkan sombongku
Ajaklah aku wahai sang perkasa

Seperti mata dewa 4x

Yang menangis tinggalkan diriku }
Yang menangis lupakanlah aku } 2x
Senja di hati

Lidah gelombang jilati batinku
Belaian karang sampai ke jantungku
Hingga matahari ajak aku pergi
Kasihku tulus setulus indahmu

Seperti mata dewa 4x

Yang menangis tinggalkan diriku }
Yang menangis lupakanlah aku } 2x
Senja di hati

Tak terasa lagu itu begitu dalam saat ini. Dan perlahan kulihat bening air mata mengalir membasahi kedua mata ini. Aku lupa kalau saat itu ada Adhe disampingku, aku lupa saat itu waktu tepat senja hari. Aku lupa saat itu angin begitu hangat membelai tubuhku. Aku hanya ingat saat itu lagu ini benar-benar menyentuhku. Aku hanya ingin bernyanyi dan terus bernyanyi.

Dan tak terasa pula hari telah malam. Matahari kini beristirahat dan digantikan rembulan yang nampak redup.

”Seperti itulah kita Dhe, aku ini ibaratkan matahari dan kau adalah rembulan. Walaupun kita tak terpisahkan, kita tak bisa bersatu. Terkadang aku ingin menjadi bintang tuk menemanimu, namun ternyata telah begitu banyak...., berjuta bintang telah hadir menemanimu menerangi malam. Atau ketika suatu waktu aku berharap kau menjadi pelangi yang menemani mentari bersinar, tapi aku kemudian tersadar bahwa tak selamanya pelangi hadir menemani mentari bersinar. Ia hanya datang seusai hujan, bahkan itupun jarang” ucapku lirih sambil menatap kosong kelaut lepas. ”Aku sadari semua ini tak akan pernah terulang, dan ijinkanlah aku mengecup keningmu untuk satu kali ini saja”

No comments: