Kutinggalkan
Tertatih-tatih di negeri baru, aku tidak perduli, hidup kuanggap sebagai permainan judi, kalah dan menang adalah keniscayaan. Kehidupan baruku terisi dengan kerja dan kerja, profesi perawat di sini ternyata tidak semudah di Indonesia, aku harus mengurus orang-orang tua yang praktis sudah tidak bisa apa-apa, orang-orang tua yang sudah tidak diurus oleh anak-anaknya, yang hanya didatangi jika mereka sudah mati, hanya demi mendapatkan beberapa dari peninggalannya yang masih berarti.
Aku pun bisa menabung, penghasilan yang kudapatkan jelas jauh lebih besar daripada yang kudapatkan di
1 tahun berlalu..........................
Queen's Day, Koningin Dag, orang sini bilang. Semua orang keluar dari rumah, merayakan hari kelahiran ratu. Dan hari ini telah tertradisikan menjadi sebuah pasar terbuka di seluruh pelosok negeri, semua barang-barang rumah yang sudah jarang dipakai ataupun sudah tidak dipakai akan dipajang di depan rumah atau di pusat-pusat
Tapi akhirnya diputuskan untuk membuat dua acara, ballet dan drama. Hampir semua dari kami diharuskan bermain, bahkan Eric satu-satunya laki-laki di antara kamipun diwajibkan ikut. Untuk ballet dipilih bagian terakhir dari cerita "Romeo and Juliet" yang mengharukan itu, setelah berdebat seru karena sebagian yang lain ingin "Don Quixote", karena kisahnya lebih heroik. Untuk drama kami memutuskan untuk memainkan "The Inspector-General" sebuah drama komedi ala Rusia. Aneh-aneh saja memang, ternyata Rusia mempunyai permasalahan yang hampir sama dengan bangsaku
Aku kebagian peran menjadi Juliet, dan setelah beberapa lama berdebat, Janice kebagian peran Romeonya. Sebenarnya peran itu ditugaskan ke Eric, tapi Eric dengan mentah-mentah menolaknya, selidik punya selidik, ternyata dia seorang gay, yang mungkin jijik jika berciuman dengan lawan jenisnya seperti aku ini. Rumor itu ternyata benar, Eric yang akrab sekali dengan dunia malam itu, sepertinya sudah bosan dengan perempuan dengan segala tetek bengeknya.
Siang itu pertunjukan begitu meriah, kulihat lagi senyum-senyum bahagia di antara orang-orang tua itu, yang biasanya sehari-hari cuma bisa memerintah dan teriak-teriak minta tolong. Dan pertunjukan balletku sebagai Juliet adalah pertunjukan pamungkas, dengan adegan ciuman Romeo kepada Juliet, Janice menciumku dengan lembut, lembut sekali, getaran yang bertransformasi menjadi sensasi indah. Aku kaget campur bingung, ciuman itu terasa sangat lain. Geletarnya merambat ke seluruh tubuh...., aku sampai meneteskan air mata.
Setelah acara selesai, Janice menghampiriku, menanyakan apakah aku baik-baik saja, karena melihat aku menangis tadi. Aku bilang baik-baik saja, karena aku menangis bukan karena sedih, tapi karena ada sesuatu yang tak terkatakan dalam ciuman tadi. Janice mengundangku datang ke rumahnya malamnya, sekedar untuk masak bersama dan keluar ke pusat
Sudah agak larut ketika kami pulang dari tempat kerja kami, aku dan Janice yang kebetulan tinggal tidak terlalu jauh pulang bersama-sama. Dingin musim semi masih semilir menebarkan nuansanya, masih membuat bunga-bunga sedikit malu untuk menawarkan indahnya. Kami berjalan agak bergegas, diantara gedung-gedung kuno dan museum yang memang menjadi ciri khas
Sekitar jam 7 malam, aku ke dapur untuk memasak. Tak lama kemudian Janice pun datang, dia sudah berpakaian rapi, agak lain dari biasanya. Kami pun masak Tagliatelle9, salah satu makanan favorit yang hampir disukai semua orang di tempat kerja kami.
Diam-diam Janice merangkulku dari belakang dan membisikkan..
"I love you..."
aku segera menyibakkan tangannya, dan berbalik arah.
"Kamu gila ya......" dengan nada ketus aku mengucapkannya, tak tahu apa ada kata lain yang lebih bagus.
"Kebahagiaan orang yang dicintai adalah kebahagiaan orang yang mencintai" dengan tatapan matanya yang nanar ke arahku, Janice dengan geragapan mengucapkan kalimat itu.
Aku terdiam................................................
Kami tinggal serumah sekarang, sedari awal aku sudah berusaha menyembunyikan berita ini. Tapi gosip dengan santernya beredar, apalagi di kalangan kelompok pengajian PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang sering aku ikuti. Aku menjadi terasing di forum yang biasanya syarat pesan-pesan moral itu. Anggapan bahwa aku seorang lesbi membuat mereka berhati-hati terhadapku, dan dari pandangan mata mereka tampak sekali bahwa mereka seakan jijik melihatku. Itupun ditambah dengan sindiran-sindiran halus nan menyakitkan ketika ada ceramah, tentang berbahayanya homoseksual (menyukai sesama jenis kelamin) baik itu gay ataupun lesbi. Bahkan Hasan, yang selama ini sangat dekat denganku, dan aku tahu dia memang menyukaiku, berubah 180% menjadi memusuhiku.
Hatiku hancur, arus yang biasanya ramah kepadaku, kini semakin deras menyeretku dan merobek-robek pertahananku dengan pusaran-pusarannya yang dahsyat dan mematikan. Tapi aku berusaha menguasai diriku, apapun yang terjadi, akal harus selalu berada di atas perasaanku. Kala sendiri di rumah dan Janice sedang kerja, aku sering menangis, mengapa Tuhan membalas ketaatanku selama ini dengan perasaan seperti ini. Tapi sekali lagi aku tidak perduli, apakah Tuhan yang katanya penuh cinta itu akan melarang makhluknya untuk mencintai makhluk lainnya walaupun itu sesama jenis. Dan aku tahu bahwa aku tidak sendiri, Janice yang berasal dari keluarga Katolik Ortodoks itupun menghadapi permasalahan yang sama. Keluarganya sangat marah begitu mendengar bahwa kami samen leven, menginjak-injak ajaran Bible katanya.
Janice sudah mengatakan tentang hubungan kami kepada orangtuanya, dan dia sekarang menuntutku untuk melakukan hal yang sama, liburan summer ini dia ingin aku memperkenalkan dia ke keluargaku. Aku shock berat, tak tahu harus berbuat apa, berpikirpun aku tak berani, aku yang sudah sedemikian terisolir di kalangan sahabat2ku itu, tak mau membayangkan jika juga harus terdepak dari keluargaku yang sangat aku cintai. Sedemikian pedih penderitaanku, dan tidak ada yang bisa aku ajak membagi cerita, apalagi membagi duka. Kalutku semakin memuncak, sampai aku sakit, beberapa hari ini aku tidak masuk kerja. Kadang ada pikiran untuk mengakhiri saja hidup ini, tapi ketika kupikir lagi, bukannya menyelesaikan masalah, malah akan tambah memperparah. Tiba-tiba ada keinginan untuk memainkan hp-ku, dan mataku terantuk pada sebuah nama, Ahmad, dia yang selalu diam ketika ceramah itu dan seketika berubah menjadi play maker dengan canda dan kata-katanya sehabis ceramah. Aku meneleponnya...
"Met Ahmad 5......." terdengar suara merdunya di ujung
"Assalamu alaykum, Ahmad kamu bisa datang ke rumahku sore ini"
"Hhmmm, aku kerja sampai jam 5 sore, gimana klo agak malam, jam 7an gitu, tidak apa-apa kan..?"
"Oke deh, klo kamu capek ya jangan, tapi klo tidak terima kasih sekali. Tot vanavond..6"
Ahmad datang tepat waktu, sudah menjadi kebiasaannya, justru karena dia tidak pernah memakai arloji. Gatal katanya kalau pakai arloji, dasar orang kampung hehehe..., tapi konon Ahmad ini pinter, dan religius juga, puasa senin kamisnya gak pernah ketinggalan walau udah lama di negeri orang. Tapi persetan dengan itu semua, mau dia puasa, mau dia sholat, mau dia bajingan, aku tidak perduli, aku hanya ingin curhat. Meminta sekedar pendapat tentang masalahku.
"Tuhan menghukum kaum Luth di
aku kaget bukan alang kepalang, kata-kata menyejukkan pertama kali yang kudengar dari orang yang kubayangkan beragama. Setelah aku cerita panjang lebar tentang diriku, aku hanya bisa berharap bahwa Ahmad menasihatiku baik-baik bahwa perbuatanku salah dan sebagainya, atau menjelaskan bahwa perbuatanku adalah salah satu mental disorder ( kelainan jiwa).
"APA (American Psychiatric Association) sudah menerangkan bahwa homoseksual bukan kelainan, begitupun WHO. Kita menjadi gay, lesbi, biseks ataupun hetero bisa jadi karena memang dari sananya sudah begitu, naturenya kita sudah diciptakan begitu. Aku sebagai seorang hetero tidak berhak menyalahkanmu atas pilihanmu, karena cinta adalah ungkapan tulus seorang anak manusia, siapapun itu bahkan Tuhan sekalipun tidak berhak melarangmu"
pernyataan keduanya lebih membuat aku kaget lagi, seorang Ahmad yang selama ini diam ternyata menyimpan pernyataan2 toleran dan egaliter semacam itu.
"Tapi aku pernah juga mencintai seorang laki-laki Ahmad, aku takut kalau aku mengingkari kodratku" aku masih kurang percaya apa yang dikatakan Ahmad, aku hanya ragu mungkin saja dia hanya ingin mengurangi deritaku dengan ucapan-ucapannya.
"Memang, karena memang homoseksualitas tidak hanya dari nature saja, tapi juga dari nurture, lingkungan yang membentuk kita. Setiap orang bisa berbeda dalam tahap identifikasinya, teman sekolahku, seorang cowok yang sejak kecil tinggal bersama neneknya dan dikasih main boneka-boneka an akhirnya dia mempunyai sifat gay juga"
Krinnggg....Kringgg...Kringg...........
suara bel dipencet, rupanya Janice sudah selesai kerja. Aku segera bangkit meninggalkan Ahmad dan membuka pintu untuk Janice.
"Goede avond schatje..7" suara serak Janice langsung keluar begitu pintu terbuka.
"Kom binnen mijn lieveling..8"
Janice langsung mencium aku di bibir. Setelah bibirnya lepas, aku segera ingin memperkenalkan Janice pada Ahmad, Ahmad rupanya agak melengos, mungkin baru pertama kali bagi dia menonton adegan ciuman dua cewek secara langsung di depan matanya, sehingga sifatnya yang malu-malu menuntunnya untuk lebih baik tidak melihat.
Setelah perkenalan basa basi, Janice langsung pergi ke kamar mandi, dan aku melanjutkan percakapanku dengan Ahmad di kamar. Aku lebih suka di kamar karena pembicaraan kami memang rahasia, dan Janice tahu itu. Dia tidak cemburu kalau aku memasukkan cowok ke kamarku, tapi kalau cewek, dia pasti akan marah habis-habisan.
"Struktur dan paham institusi religi memang perlu saatnya banyak dirombak, kejadian yang kamu alami tidak hanya terjadi di pesantren wanita, di pesantren laki-laki pun seperti itu, bahkan bukan rahasia lagi banyak pula terjadi di kepastoran atau di paroki, di wihara dan sebagainya, dimana pengekangan seks telah melampaui batas normal."
Lagi-lagi Ahmad membuatku tersentak, darimana dia tahu kalau kasus homoseksual itu terjadi di banyak lembaga-lembaga suci itu. Jangan-jangan dia ngarang cerita saja, tapi aku tidak berani bertanya. Sepertinya dia bersungguh-sungguh dengan ucapannya, dan aku tahu dia orang yang tidak suka berbohong.
"Ahmad, Janice meminta aku untuk memperkenalkannya pada keluargaku summer ini, sebagai pasanganku tentunya, karena dia sudah melakukannya pada keluarganya, bagaimana menurut pendapat kamu...? "
" Aku tidak tahu, itu terserah kamu, kalau kamu rasa orang tuamu siap, tidak masalah. Tapi maafkan kalau aku salah, menurut pertimbanganku, bapakmu yang kiai itu pasti akan shock berat. Sebaiknya jangan secara frontal memberitahu hubungan kalian, datanglah dulu apa adanya, biarlah Janice menjadi sedikit bagian dari keluargamu, mungkin kedatangan selanjutnya ketika suasana sudah cukup cair, baru kamu bilang terus terang".
Aku memeluk Ahmad, dia rupanya kali ini yang kaget....
"Terima kasih ya......."
tubuh Ahmad begitu hangat, tiba-tiba saja aku mengarahkan bibirku ke bibirnya, dia semula mengelak ke belakang, tapi aku segera menarik tubuhnya kembali.
"Kamu gila ya.." bisik Ahmad pelan-pelan.
"Cinta itu tidak sesederhana yang kita rasa" aku kembali memagut bibirnya.
1 penghuni panti jompo
2 dari kata komunal, mengutamakan kepentingan orang banyak.
3 oligark, seorang yang berjiwa oligarki (pemerintahan berada di sebagian kecil segmen masyarakat)
4 secara harfiah berarti perbuatan kaum nabi Luth, yaitu homoseksual.
5 Dengan Ahmad...., budaya di Belanda ketika mengangkat telpon, langsung menyebut nama.
6 Sampai malam nanti
7 Selamat Malam Sayang
8 Silahkan Masuk Kasihku
9 Sejenis pasta, bisa juga disebut fetuccini
No comments:
Post a Comment