Ku lihat langit malam ini tak lagi cerah. Memang, bintang bertaburan bagai permen dan angkasa seperti berdandan dengan beribu-ribu intan. Bulan mengapung. Ah, tunggu dulu, tapi itu seperti bukan bulan. Apa aku salah lihat? Masak sih bulan berwarna merah jambu? Ya,bulan merah jambu itu mengambang di atas langit kelam. Luruh saat aku berlabuh di kotamu. Dengan segera saja,aku terkenang-betapa penuh kau merajai hari-hariku di masa lalu. Hari-hariku yang senantiasa terburu-buru. Aku yang selalu merasa dikejar waktu padahal apa juga yang sedang kucari di muka bumi ini? Dan,nampaknya langit yang membentang di depan mataku kian membara, terpantul-bersatu dengan cahaya bulan yang merah jambu. Ya, merah jambu! Entahlah,apa yang sedang terjadi di kotamu saat ini,kasih? Aku mendengar orang-orang yang gelisah. Orang-orang yang terlampau mudah terbakar amarah. Berkerumunan. Siap disulut menjadi api-api yang membakar ke pelosok
O,Tuhan. Dari mana datangnya manusia laknat ini? Manusia bagai zombie dengan aroma tubuh yang telah membusuk. Padahal,tadinya aku kira bila bulan merah jambu menggelepar di kotamu-aku
Lalu, dimanakah kau berada malam ini, juwitaku? Aku mencarimu di tempat kenangan masa lalu kita. Kau yang senantiasa menungguku di taman ini,pada saat malam datang menghujam. Tapi,tak kutemukan kau saat ini. Kau seperti menghilang ditelan langit yang membara. Hanya kucium aroma parfum Calvin Klein yang sering kau pakai. Aku ikuti aroma itu,hingga aku bertemu dengan ribuan manusia yang bermata nanar dan menatapku penuh curiga. Mereka seperti telah hilang kepercayaan.
Ya, dimanakah kamu sekarang? Tenanglah,buanglah sedihmu jangan terus-terusan kau simpan di dalam hati nanti malah makin menyakitkanmu. Percayalah, aku berdiri di sini-di kotamu,sengaja sekali aku kembali ke kotamu, untuk bertemu denganmu. Berbincang denganmu, mengurai masa kita yang lalu. Mengabarkan padamu bahwa diriku tetap masih saja aku yang dahulu, tidak menjadi pesakitan macam orang-orang itu, sekelompok manusia yang selalu membawa wabah. Mungkin juga, aku akan sendirian merenung di taman kesayanganmu. Menatap pohon akasia yang beranjak tua seiring paruh waktu yang berlalu. Di bawah sinar bulan merah jambu itu aku mencium aroma darah. Bau daging yang terbakar,
sepertinya tak kunjung berubah meski mereka itu telah berusaha sekuat tenaga melontarkan perubahan.
Cahaya bulan merah jambu berkelebat-dengan segera berubah menjadi perkabungan yang panjang buatku. Bayangan dirimu yang aku cari saat ini makin mengabur, makin samar dan tak pernah jelas. Entahlah,apakah kenangan punya bentuk? Punya perasaan? Punya mata? Dan, aku merasa menjadi orang asing di kotamu. Bukannya kedamaian yang kutemukan melainkan nestapa. Orang-orang yang berpas-pasan denganku tak mau menegur. Tak ada lagi keramahan yang memancar dari wajah mereka.
"Ya,babi. Mana babi itu? Babi itu telah datang lagi ke
"Sudah bakar saja. Bakar!" Dan,langit makin gemetar,bulan merah jambu terbatuk-batuk melihat kepulan asap yang menyembur mukanya. Semua jadi serba samar. Malam seakan tak mampu lagi berbicara tentang cinta. Bagai telah terlena mengikuti kemarahan yang terus berlanjut. Orang-orang sudah tak lagi bisa diberi penjelasan. Mata mereka buta dan telinganya tuli. Begitulah,langit tak lagi cerah. Malam menutupkan dukanya selapis-lapis pada rembulan. Mendayu sendu dan gelisah. Di sepanjang jalan
Dan, cahaya bulan merah jambu itu terus menghujani tubuhku. Membawa beribu luka. Aku mendengar suara-suara manusia bertangan parang. Lewat tangan mereka mengalirlah dendam,menebas kepala musuh-musuhnya. Ya, mereka nampaknya sudah telalu rapi menyisipkan dendam ke dalam dada..
Dari balik keremangan taman
Ya, begitulah! Di tengah
Aku sendiri tak kunjung mengerti. Aku telah lelah berpikir dari manakah asalnya makhluk-makhluk ini? Siapa pula yang mendidiknya hingga berubah jadi hewan liar yang buas? Apa mereka juga dilahirkan lewat rahim seorang Ibu? Lalu, macam apakah Ibu mereka? Aku telah lelah,tak habis mengerti. Sebenarnya juga aku marah menyaksikan ini semua. Tapi, aku segera sadar kalau aku hanya memiliki dua buah tangan,sudah tentu aku tak akan mampu menghadapi jumlah mereka. Kekasihku dimana kamu sekarang? Apa
Bulan merah jambu itu telah demikian sempurna menitipkan cahayanya. Terus membawa kerinduanku padamu. Dahulu,aku terkenang akan dirimu yang selalu membuatku tertawa lepas,mengisi hari-hari laluku. Kau telah memberikan sebutir keceriaan saat kita berjalan bergandengan tangan menyusuri gang-gang sempit
Aku temukan kamu terkapar dengan pakaian compang-camping di salah satu gang
"Tolong, Pedro! Aku telah diperkosa oleh ratusan bajingan itu, " kau berujar pelan sekali, sambil menunjuk ke arah
Sepenuhnya cerita ini tidak telepas dari tragedi 13-15 Mei Kelabu di Jakarta
No comments:
Post a Comment