Monday, October 02, 2006

Satu Cerita Tentang Senyumku yang hilang

Ibu..., kenapa kau begitu tega membuangku di tepi nasib. Apakah matahari memang sengaja menghamburkan partikel-partikel nya untuk menghidupi tata surya..?, ataukah matahari sudah kehabisan energi dan akan menjadi supernova..?. Melangkah di trotoar-trotoar dekil, di samping sky craper tempat manusia-manusia berdasi dan bermobil Mercy. Aku menangis...., akhirnya aku menangis setelah sekian lama aku selalu sesumbar bahwa danau airmataku sudah kering disedot oleh rahwana-rahwana kehidupan. Aku sadar bahwa tangis terakhirku adalah tangisku pada ibu, ketika aku tahu bahwa dia akan pergi menemui-Nya, tetapi dia dengan lantang mengundang malaikat maut, bercanda dengannya, untuk kemudian memeluknya. Sesudah itu aku berjanji untuk tidak menangis, tapi kejadian kemarin waktu penggerebekan itu benar-benar menghancurkan benteng pertahananku.

Tak berapa lama setelah ibu pergi, seseorang datang mengusirku. Tidak berhak lagi aku tinggal di kamar kontrakan 3 x 5 meter itu, karena ada orang lain yang bisa membayar dengan teratur dan punya pekerjaan tetap.

Senyumkupun telah berkurang satu.

Akupun menggelandang, dengan sedikit uang yang tersisa dan baju sekedarnya, malam itu aku tidur di emperan toko. Dingin menusuk tulang, karena sang hujan ternyata datang menjemput kekasihnya, bumi yang sudah mulai retak. Aku harus tidur dengan pakaian basah, tidur....?, aku tidak bisa bilang itu tidur, hanya merebahkan diri, karena pikiranku mengembara menembus batas-batas langit yang tak jelas malam itu.

Pagi datang dengan cepatnya, aku dikagetkan oleh laki-laki dengan suara berat, menendang punggungku, menyuruhku untuk bangun. Badannya penuh dengan gambar-gambar yang orang bilang itu tattoo, bunga mawar di bahu sebelah kanan, Che Guevara di bahu sebelah kiri (kurang ajar betul preman ini, menggunakan wajah pahlawan itu untuk menghiasi tubuh setannya), ada tattoo wanita telanjang, dan tak tahu lagi, semua saling bertumpuk membentuk pemandangan mengerikan.

"Heh, bocah, baru ya..?"
aku diam saja, ketakutan. Aku pun tak tahu maksud pertanyaannya.
"Bangsat, kenapa diam aja loe, bisu...?"
"Ngga’..Om"
"Loe baru jadi gelandangan di sini...?"
Aku mengangguk.
"Ini wilayah Gw, loe jangan macem-macem di sini, sini tasmu..!!!!"
Preman itu merampas tasku, aku tak bisa melawannya, dia terlalu kuat. Digeledahnya semua isi tasku, dan uang beberapa puluh ribu pun diambilnya. Setelah selesai melakukan razia tasku, dilemparnya tas itu ke mukaku.

Senyumku yang berikutnya diambil seorang bajingan

Kulangkahkan kakiku kemana dia mengajak, sampai terasa perutku meronta minta diisi, jarum jam menunjukkan jam 1 siang, kulihat saat aku diajak melintasi sebuah toko jam. Tuntutan lambungku ternyata tak bisa ditawar-tawar lagi, kulihat ada masjid di ujung jalan. Segera aku menuju ke masjid itu, sholat akan mengurangi letih dan lapar pikirku. Segera kuminum air jernih itu sepuas-puasnya, dan kemudian aku berwudhu. Sungguh sejuk kurasakan, kuresapi benar-benar doaku..
"Tuhan segala yg hidup, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci"
Terbentang sebentar kenangan-kenangan masa lalu, aku begitu bahagia bersama ibu, walau ayah telah tiada, tapi ibu telah bisa bertindak sebagai ibu dan ayah bagiku. Bertarung melawan ganasnya kehidupan dengan lembut dan elegan.

Rumah Tuhan yang mewah ini terasa begitu sejuk, mungkin karena di pojok-pokoknya berputar baling-baling kipas angina, atau memang aku yang sudah lama tak merasakan angin dari baling-baling kipas yang dulu sempat kumiliki saat masih bersama ibu. Kuangkat kedua tanganku....
"Allaahu Akbar" aku pun asyik mahsyuk menelusuri kebesaran-Nya. Jiwaku bergetar, ketika aku berjanji "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untukmu wahai Tuhan seru sekalian alam" Janji dahsyat yang telah diucapkan miliaran kali tiap hari oleh manusia, tetapi sedikit sekali yang bisa mewujudkannya. Akupun tidak, Oh Tuhan dosa apa yang harus kami tanggung, berjanji padamu tiap hari, tetapi setiap hari pula kami selalu mengingkarinya. Ingkar janji dengan Sang Khalik.., aku tak tahu lagi apakah itu pantas untuk seorang makhluk.

Tak terasa lama sekali aku berdiri menghadap-Nya, tiba-tiba dari belakang tangan besar menarikku, akupun terseret-seret tak karuan....

"Gembel, kalau mau neduh jangan di mesjid, ini tempat buat sholat, lihat baju loe yang dekil itu, ‘gak pantas tuh buat ngadep Tuhan. Tuhan itu Rabul Jalaal, Maha Indah, hanya menerima yang indah"

"Saya sedang sholat Pak"
"Udah, loe jangan banyak alasan, mana ada anak jalanan sholat, pergi sono loe...!!!!"

Aku didorong pergi oleh orang berjubah putih dan berpeci itu. Pikiranku memberontak, seberapa picik pikiran manusia mengartikan keindahan Tuhan. Keindahan versi manusia pun dipaksakan menjadi keindahan Tuhan. Aku baru merasakan kebenaran ucapan guru ngajiku, bahwa masjid yang abadi itu ada dalam hatimu. Sujud yang terbaik itu harus terpendam dalam dadamu. Rumah Tuhan bukanlah tembok, tapi jiwa.

Senyumku dirampas lagi oleh setan berbaju kebaikan….hhhhmmmmfffff

Hari pun cepat menjemput Sang Senja, tuk kemudian menyerahkan tongkat estafet kepada Sang malam. Hari pertamaku sebagai seorang gelandangan. Aku sudah mulai menemukan irama hidup, aku bekerja sebagai tukang semir sepatu, kalau sempat aku pun menawarkan jasa membersihkan mobil kepada orang-orang yang aku semir sepatunya. Aku masih mencoba tabah menghadapi hidup, mencoba tersenyum walaupun getir, mencoba bahagia walaupun sengsara.

Hingga malam petaka itu datang, kami digerebek. Semua dimasukkan ke truk dan kami dibawa ke suatu tempat yang kami tidak ketahui, hanya yang pasti di luar kota. Operasi gabungan antara Tramtib dan Tentara itu mendadak sekali, sehingga kami pun tak sempat menyelamatkan sedikitpun barang-barang kami yang sedikit yang kami simpan selama ini.

Barang-barang kami semua diangkut, yang berharga diambili, yang tidak dibuang entah kemana. Kami diinterogasi seperti residivis yang berlumuran darah baru membunuh korbannya, dipukul, ditendang, dan yang lebih menyakitkan beberapa di antara kami disodomi dan beberapa yang perempuan dipaksa untuk menjadi pemuas nafsu setan birahi mereka. Dan satu diantaranya adalah aku, Oh Tuhan kenapa perbuatan terkutuk itu terjadi padaku. Apakah Sodom dan Gomora tidak cukup Kau hancurkan..?

Duniaku hancur, tinggal baying-bayang gelap, setan demi setan, rahwana demi rahwana, Dewa Perang Ares telah turun lagi ke bumi, dan…..

Senyum terakhirku direnggut Topeng-Topeng Keadilan.
Arrrrrrrrrrggggghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……………


Joe Sorjan
Anak Jalanan Adalah Juga Manusia yang sudah menjadi tanggung jawab negara untuk memeliharanya. Pun itu tidak menutup kita untuk membuka mata hati kita untuk mau berbagi, dan satu harapku, Jangan materi yang kau beri, Aku hanya ingin kau warisi Ilmu.....

No comments: